Selasa, 17 Oktober 2017

Pengertian PTK



PENGERTIAN PTK (PENELITIAN TINDAKAN KELAS) DAN LANGKAH – LANGKAH MELAKSANAKAN PTK

PENGERTIAN PTK (PENELITIAN TINDAKAN KELAS) DAN
LANGKAH – LANGKAH MELAKSANAKAN PTK

a.      Pengertian PTK (Penelitian Tindakan Kelas)
Penelitian tindakan kelas merupakan terjemahan dari classroom action research (CAR), yaitu satu action research yang dilakukan di kelas. Classroom action research diawali dari istilah action research. 
Untuk mempermudah memahami pengertian PTK maka berikut akan diuraikan pengertian tiga unsur atau konsep yang terdapat dalam penelitian tindakan kelas yakni :
1.      Penelitian adalah aktivitas mencermati suatu objek tertentu melalui metodologi ilmiah dengan mengumpulkan data-data dan dianalisis untuk menyelesaikan suatu masalah.
2.      Tindakan adalah suatu aktivitas yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu yang berbentuk siklus kegiatan dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu atau kualitass proses belajar mengajar.
3.      Kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru.[1][1]
Beberapa pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menurut para ahli yakni Menurut David Hopkins, PTK mengandung pengertian bahwa PTK adalah sebuah bentuk kegiatan refleksi diri yang dilakukan oleh para pelaku pendidikan dalam suatu situasi kependidikan untuk memperbaiki rasionalitas dan keadilan tentang :

1)      Praktik-praktik kependidikan mereka;
2)      Pemahaman mereka tentang praktik-praktik tersebut dan
3)      SITUASI dimana praktik-praktik tersebut dilaksanakan.
Menurut Rapoport dan Hopkins, pengertian penelitian tindakan kelas adalah penelitian untuk membantu seseorang dalam mengatasi secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaian tujuan ilmu sosial dengan kerja sama dalam kerangka etika yang disepakati bersama.[2][2] 
Menurut Hopkins, “PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif, yang dilakukan oleh pelaku tindakan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan – tindakannya dalam melaksanakan tugas dan memperdalam terhadap kondisi dalam praktik pembelajaran.[3][3]
Menurut Kemmis dan MC. Taggart yaitu :  “PTK adalah studi yang dilakukan untuk memperbaiki diri sendiri, pengalaman kerja sendiri, yang dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan dengan sikap mawas diri.”[4][4]
Menurut Rochman Natawijaya,   “PTK adalah pengkajian terhadap permasalahan praktis yang bersifat situasional dan kontekstual, yang ditujukan untuk menentukan tindakan yang tepat dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi, atau memperbaiki sesuatu.”
Menurut pendapat Suyanto  “PTK adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan – tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan/atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara professional.”[5][6]
Menurut PGSM pengertian “PTK adalah sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan – tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut dilakukan.[6][7]
Menurut Kasihani PTK adalah penelitian praktis, bertujuan untuk memperbaiki kekurangan - kekurangan dalam pembelajaran di kelas dengan cara melakukan tindakan-tindakan. Upaya tindakan untuk perbaikan dimaksudkan sebagai pencarian jawab atas permasalahan yang dialami guru dalam melaksanakan tugasnya sehari – hari.[7][8]
Selanjutnya I.G.A.K Wardani, Kuswaya Wihardit; Noehi Nasution merumuskan pengertian penelitian tindakan kelas sebagai berikut : “penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru didalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.”[8][9]
b.      Langkah – Langkah PTK
Melaksanakan PTK, memerlukan perencanaan dan persiapan yang matang, agar hasil yang diperoleh dari PTK yang dilaksanakan mencapai hasil yang optimal. Menurut Zainal Aqib dkk, merumuskan langkah – langkah PTK sebagai berikut :
1.      Tahap 1 : Tahap Perencanaan
Dalam perencanaan PTK, terdapat tiga dasar, yakni :
-         Identifikasi masalah
-         Merumuskan masalah
-         Pemecahan masalah
2.      Tahap 2 : Acting (pelaksanaan)
3.      Tahap 3 : Observation (pengamatan)
4.      Tahap 4 : Refleksi
5.      Tambahan : Siklus – siklus dalam PTK[9][10]
1.      Tahap perencanaan
Langkah pertama pelaksanaan PTK adalah melakukan perencanaan secara matang dan teliti. Dalam perencanaan PTK, terdapat tiga dasar, yaitu identifikasi masalah, merumuskan masalah, dan pemecahan masalah. Pada masing-masing kegiatan, terdapat sub-sub kegiatan yang sebaiknya dilaksanakan untuk menunjang sempurnanya tahap perencanaan.
1).    Identifikasi Masalah
Langkah pertama dalam menyusun rencana PTK adalah melakukan identifikasi permasalahan. Identifikasi ini mirip seperti diagnosis yang dilakukan oleh dokter kepada pasiennya. Jika diagnosisnya tepat, maka obat yang diberikan pasti mujarab. Sebaliknya, jika diagnosisnya salah, maka resep obatnya pasti juga tidak tepat sasaran. Demikian pula dalam PTK, identifikasi yang tepat akan mengarahkan pada hasil penelitian, sehingga dapat bermanfaat bagi peningkatan hasil belajar siswa. Sebaliknya, identifikasi masalah yang keliru hanya akan membuat penelitian menjadi sia-sia, disamping memboroskan waktu dan biaya. Identifikasi masalah menjadi titik tolok bagi perencanaan PTK yang lebih matang. Sebab, tidak semua masalah belajar siswa dapat diselesaikan dengan PTK, sebagaimana tidak semua penyakit dapat disembuhkan dengan resep dokter spesialis tertentu. Hanya masalah-masalah tertentu yang dapat diatasi dengan PTK, sebagaimana penyakit tertentu yang hanya bisa sembuh dengan resep tertentu pula. Empat langkah yang dapat dilakukan agar identifikasi masalah mengenai sasaran.
a.       Masalah Harus Rill, masalah yang diangkat adalah masalah yang dapat dilihat, dirasakan, dan didengar secara langsung oleh guru.
b.      Masalah Harus Problematik
Banyak masalah di sekolah, tetapi, tidak semua masalah layak diangkat dalam PTK. Hanya permasalahan yang problematiklah yang layak diangkat dalam PTK. Permasalahan yang bersifat problematik adalah permasalahan yang bisa dipecahkan oleh guru, mendapat dukungan literatur yang memadai, dan ada kewenangan untuk mengatasinya secara penuh.
c.       Manfaatnya Jelas
Hasil penelitian harus bermanfaat secara jelas. Tentu, hal ini berkaitan erat dengan kemampuan dalam mengidentifikasi atau mendiagnosis masalah. Hasil PTK harus dapat dirasakan, bagaikan obat yang menyembuhkan. Untuk mendapatkan manfaat PTK yang maksimal, harus menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Apa yang akan terjadi jika masalah tersebut dibiarkan? Apa yang akan terjadi jika masalah tersebut berhasil diatasi? Dan, tujuan pendidikan mana yang akan gagal jika masalah tersebut tidak teratasi? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan menuntun para pelaku PTK untuk dapat menemukan hasil atau “obat” yang mujarab.
d.      Masalah Harus Fleksibel
Masalah yang hendak diteliti harus bisa diatasi dengan mempertimbangkan kemampuan peneliti, waktu, biaya, tenaga, sarana prasarana, dan lain sebagainya. Jadi, tidak setiap masalah yang riil, problematik, dan bermanfaat secara jelas dapat diatasi dengan PTK.

2).    Analisis Penyebab Masalah dan Merumuskannya
Langkah kedua dalam merencanakan PTK adalah menganalisis berbagai kemungkinan penyebab munculnya permasalahan yang diangkat. Jadi, setelah menemukan masalah yang rill, problematik, bermanfaat, dan fleksibel, maka masalah tersebut harus ditemukan akar penyebabnya. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menemukan penyebab masalah. Beberapa di antaranya adalah dengan menyebar angket ke siswa, mewawancarai siswa, observasi langsung, dan lain sebagainya. Di samping itu, peneliti juga bisa melakukan wawancara dengan siswa dan observasi langsung. Kemudian, semua data dari segala sumber tersebut dikumpulkan dan dianalisis secara kolaboratif sehingga penyebab utama munculnya masalah dapat ditemukan.
Akar masalah tersebut harus digali sedalam-dalamnya sehingga ditemukan akar masalah yang benar-benar menjadi penyebab utama terjadinya masalah. Akar masalah inilah yang nantinya akan menjadi tolok ukur tindakan. Dengan menemukan akar masalah, maka sama halnya dengan si peneliti telah menemukan separuh dari solusi masalah. Sebab, solusi masalah sebenarnya merupakan kebalikan dari akar masalah.
3).    Ide untuk Memecahkan Masalah
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa akar masalah menjadi tumpuan bagi rencana tindakan untuk mengatasi masalah. Rencana tindakan sebagai langkah mengatasi masalah inilah yang disebut dengan ide orisinal peneliti. Tetapi, sebelum memutuskan tindakan apa yang akan dikenakan kepada siswa, peneliti harus mengembangkan banyak alternatif sebagai pengayaan tindakan. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah peneliti harus mempunyai dukungan teori atau referensi rujukan atas tindakan yang akan dikenakan kepada siswa. Sebab, PTK adalah kegiatan ilmiah sehingga tanpa adanya dukungan teori yang memadai, sebaik apa pun tindakan guru, maka hal itu tidak akan dianggap sebagai perilaku ilmiah. Setelah identifikasi masalah, menemukan akar masalah, merumuskan masalah, dan menemukan alternatif tindakan sebagai solusi masalah, maka peneliti dapat membuat judul penelitian.
2.      Tahap Acting (Pelaksanaan)
Tahap kedua dari PTK adalah pelaksanaan. Pelaksanaan adalah menerapkan apa yang telah direncanakan pada tahap satu, yaitu bertindak di kelas. Hendaknya perlu diingat bahwa pada tahap ini, tindakan harus sesuai dengan rencana, tetapi harus terkesan alamiah dan tidak direkayasa. Hal ini akan berpengaruh dalam proses refleksi pada tahap empat nanti dan agar hasilnya dapat disinkronkan dengan maksud semula.
3.      Tahap Observation (Pengamatan)
Tahap ketiga dalam PTK adalah pengamatan (observing). Prof. Supardi menyatakan bahwa observasi yang dimaksud pada tahap III adalah pengumpulan data. Dengan kata lain, observasi adalah alat untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Pada langkah ini, peneliti harus menguraikan jenis data yang dikumpulkan, cara mengumpulkan, dan alat atau instrumen pengumpulan data (angket/wawancara/observasi, dan lain-lain).
Jika PTK dilakukan secara kolaboratif, maka pengamatan harus dilakukan oleh kolaborator, bukan guru yang sedang melakukan tindakan. Walaupun demikian, antara tindakan (dilakukan oleh guru) dan pengamatan (dilakukan oleh kolaborator), keduanya harus berlangsung dalam satu waktu dan satu tempat atau kelas. Inilah sebabnya, mengapa Suharsimi mengatakan kurang tepat jika pengamatan disebut sebagai tahap ketiga. Sebab, antara tahap kedua dan tahap ketiga itu berlangsung secara bersamaan. Walaupun demikian, tidak ada salahnya kita menyebut “pengamatan” sebagai tahap ketiga dalam PTK. Hanya saja, sebutan ini hanya untuk membedakan antara tindakan dan pengamatan, bukan menunjukkan suatu urutan.
Ketika guru sedang melakukan tindakan di kelas, secara otomatis seluruh perhatiannya terpusat pada reaksi siswa dan tindakan selanjutnya yang akan diterapkan. Atas dasar ini, tidak mungkin guru mengamati tindakannya sendiri. Di sinilah diperlukan seorang pengamat yang siap merekam setiap peristiwa berkaitan dengan tindakan guru. Sambil merekam peristiwa yang terjadi, pengamat sebaiknya juga membuat catatan-catatan kecil agar memudahkan dalam menganalisis data.
4.      Tahap Refleksi
Tahap keempat atau terakhir dalam PTK adalah refleksi (reflecting). Refleksi adalah kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang telah dilakukan. Refleksi juga sering disebut dengan istilah "memantul.” Dalam hal ini, peneliti seolah memantulkan pengalamannya ke cermin, sehingga tampak jelas penglihatannya, baik kelemahan dan kekurangannya.
Jika penelitian dilakukan secara individu, maka kegiatan refleksi lebih tepat disebut sebagai evaluasi diri. Evaluasi diri adalah kegiatan untuk melakukan introspeksi terhadap diri sendiri. Ia harus jujur terhadap dirinya sendiri dalam mengakui kelemahan dan kelebihannya. Dalam hal ini, guru dan peneliti juga harus mengakui sisi-sisi mana yang telah sesuai dan sisi mana harus diperbaiki. Refleksi atau evaluasi diri baru bisa dilakukan ketika pelaksanaan tindakan telah selesai dilakukan. Refleksi akan lebih efektif jika antara guru yang melakukan tindakan berhadapan langsung atau diskusi dengan pengamat atau kolabolator. Tetapi, jika PTK dilakukan secara sendirian, maka refleksi yang paling efektif adalah berdialog dengan diri sendiri untuk mengetahui sisi-sisi pembelajaran yang harus dipertahankan dan sisi-sisi lain yang harus diperbaiki.
5.      Tambahan: Siklus-Siklus dalam PTK
Siklus adalah putaran dari suatu rangkaian kegiatan, mulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan, hingga pada evaluasi. Dalam hal ini, yang dimaksud siklus-siklus dalam PTK adalah satu putaran penuh tahapan-tahapan dalam PTK, sebagaimana disebutkan di atas. Jadi, satu siklus adalah kegiatan penelitian yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Jika dalam PTK terdapat lebih dari satu siklus, maka siklus kedua dan seterusnya merupakan putaran ulang dari tahapan sebelumnya. Hanya saja, antara siklus pertama, kedua, dan selanjutnya selalu mengalami perbaikan setahap demi setahap. Jadi, antara siklus yang satu dengan yang lain tidak akan pernah sama, meskipun melalui tahap-tahap yang sama.
Setiap akhir refleksi selalu menjadi babak baru bagi siklus berikutnya. Artinya, guru dan pengamat harus selalu diskusi setiap akhir refleksi untuk merencanakan tindakan baru atau memasuki siklus kedua. Dengan proses atau tahapan yang sama, guru dapat melanjutkan ke siklus-siklus berikutnya, jika memang sampai pada siklus tertentu ia belum merasa puas atau belum berhasil mendongkrak prestasi belajar siswa. Demikian seterusnya, sehingga semakin banyak siklus yang dilalui, semakin baik hasil yang diperoleh. Hasilnya adalah, kepuasan guru dan kepuasan siswa atas prestasi belajarnya.











Senin, 16 Oktober 2017

Contoh Membuat Proposal PTK untuk Guru



PROPOSAL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

PENINGKATAN APRESIASI SENI TARI NUSANTARA (TARI SAMAN) MELALUI  PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL  BERBANTUAN MEDIA   REKAMAN VIDEO
PADA SISWA KELAS VIII-2 SEMESTER 2  SMP NGURAH RAI KEROBOKAN  TAHUN PELAJARAN 2012/2013

MGMP GURU SENI BUDAYA KABUPATEN BADUNG



BAB I
PENDAHULUAN

  1.  Latar Belakang Masalah
Seni tari merupakan salah satu unsur kebudayaan bangsa Indonesia yang sangat diperhatikan oleh seluruh bangsa kita. Hal ini telah ditegaskan dalam UUD.1945 pasal 32, yang rumusannya sebagai berikut : (1) kebudayaan banngsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai sebuah usaha budi rakyat Indonesia seluruhnya. (2) kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. (3) Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan PemerintahRepublik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan tidak hanya terdapat dalam satu mata pelajaran karena budaya itu sendiri meliputi segala aspek kehidupan. Dalam mata pelajaran Seni Budaya, aspek budaya tidak dibahas secara tersendiri tetapi terintegrasi dengan seni. Karena itu, mata pelajaran Seni Budaya pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis budaya.
Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan diberikan di sekolah karena keunikan,kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan: “belajar dengan seni,” “belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.” Peran ini tidak dapat diberikan oleh mata pelajaran lain.
Pendidikan Seni Budaya memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan multikultural. Multilingual bermakna pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan berbagai cara dan media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya. Multidimensional bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi), apresiasi, dan kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur estetika, logika, kinestetika, dan etika. Sifat multikultural mengandung makna pendidikan seni menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya Nusantara dan mancanegara. Hal ini merupakan wujud pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan seseorang hidup secara beradab serta toleran dalam masyarakat dan budaya yang majemuk.
Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan memiliki peranan dalam pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multikecerdasan yang terdiri atas kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial, musikal, linguistik, logik matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas, kecerdasan kreativitas, kecerdasan spiritual dan moral, dan kecerdasan emosional.
Bidang seni rupa, musik, tari, dan teater memiliki kekhasan tersendiri sesuai dengan kaidah keilmuan masing-masing. Dalam pendidikan seni budaya, aktivitas berkesenian harus menampung kekhasan tersebut yang tertuang dalam pemberian pengalaman mengembangkan konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Semua ini diperoleh melalui upaya eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan teknik berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang beragam. (BSNP /Permendiknas 22/ 2006)
Pendidikan seni tari tidak dipelajari secara sungguh-sungguh oleh sebagian besar siswa, dengan berbagai alasan, seperti materi ujian nasional hanya beberapa mata pelajaran saja, dan tidak termasuk pendidikan seni.
Pembelajaran seni tari di SMP cenderung menggunakan model konvensional yaitu guru memberikan contoh ragam tari dengan demonstrasi, kemudian siswa diminta untuk menirukan, sehingga harapan menjadikan siswa yang memiliki kompetensi untuk menuju pengembangan yang kreatif belum tampak.
Langkah-Iangkah tersebut kiranya masih perlu diperkuat dengan strategi pembelajaran yang lebih tepat dan efektif, inovatif, agar siswa dapat memahami konsep dan pentingnya seni budaya, dapat nampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya,  berkreativitas melalui seni budaya serta mampu menampilkan peran serta dalam seni budaya dalam tingkat lokal, regional, maupun global. Dengan demikian akan lebih baik apabila lebih banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan pengalaman berapresiasi seni melalui rekaman video, sehingga pembelajaran seni tari yang diisyaratkan dalam kurikulum dapat tercapai.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis mengangkat permasalahan dengan judul “Peningkatan Apresiasi Seni Tari Nusantara (Tari Saman) Melalui  Pendekatan Pembelajaran Kontekstual  Berbantuan Media   Rekaman Video Pada Siswa Kelas VIII-2 Semester 2  Smp Ngurah Rai Kerobokan  Tahun Pelajaran 2012/2013”
  1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut.
  1. Strategi pembelajaran seni tari cenderung bersifat tradisional dan berpusat pada guru, kurang mengembangkan atau memberdayakan kreativitas siswa.
  1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
  1. Apakah penerapan model Pendekatan Pembelajaran Kontekstual  Berbantuan Media   Rekaman Video Pada Siswa Kelas VIII-2 Semester 2  Smp Ngurah Rai Kerobokan  Tahun Pelajaran 2012/2013?
  2. Tujuan Umum
4.    Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.  Untuk mengetahui Apakah penerapan model Pendekatan Pembelajaran Kontekstual  Berbantuan Media   Rekaman Video Pada Siswa Kelas VIII-2 Semester 2  Smp Ngurah Rai Kerobokan  Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat meningkatkan apresiasi seni .
  1. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.  Meningkatkan apresiasi seni tari melalui penerapan model Pendekatan Pembelajaran Kontekstual  Berbantuan Media   Rekaman Video Pada Siswa Kelas VIII-2 Semester 2  Smp Ngurah Rai Kerobokan  Tahun Pelajaran 2012/2013.
5.   Manfaat Penelitian
  1.  Bagi guru :
    1. Dapat meningkatkan pengembangan model pembelajaran dikelas terutama pendekatakan pembelajaran kontekstual berbantuan media rekaman video.
    2. Dapat menerapkan model pembelajaran yang tepat dikelas, mengingat karakteristik siswa yang bermacam-macam.
    3.  Bagi Siswa :
      1. Dapat meningkatkan apresiasi seni yang optimal pada mata pelajaran seni tari.
      2. Dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam belajar seni tari
      3.  Bagi Sekolah :
      4. Dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pengembangan program sekolah.
      5. dapat digunakan sebagai referensi atau bahan kajian dalam menambah  ilmu pengetahuan dibidang pendidikan.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
  1. Landasan Teori
2.1       Apresiasi
Pengertian apresiasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penilaian baik; penghargaan; misalnya terhadap karya-karya sastra ataupun karya seni.
Apresiasi berasal dari bahasa Inggris, appreciation yang berarti penghargaan yang positif. Sedangkan pengertian apresiasi adalah kegiatan mengenali, menilai, dan menghargai bobot seni atau nilai seni. Biasanya apresiasi berupa hal yang positif tetapi juga bisa yang negatif. Sasaran utama dalam kegiatan apresiasi adalah nilai suatu karya seni. Secara umum kritik berarti mengamati, membandingkan, dan mempertimbangkan. Tetapi dalam memberikan apresiasi, tidak boleh mendasarkan pada suatu ikatan teman atau pemaksaan. Pemberian apresiasi harus dengan setulus hati dan menurut penilaian aspek umum.
 
Pengertian apresiasi secara umum adalah suatu penghargaan atau penilaian terhadap suatu karya tertentu. Biasanya apresiasi berupa hal yang positif tetapi juga bisa yang negatif. Apresiasi dibagi menjadi tiga, yakni kritik, pujian, dan saran. Sementara itu, orang yang ahli dalam bidang apresiasi secara umum adalah seorang kolektor atau pencinta suatu seni pada umumnya. Tetapi dalam memberikan apresiasi, tidak boleh mendasarkan pada suatu ikatan teman atau pemaksaan. Pemberian apresiasi harus dengan setulus hati dan menurut penilaian aspek umum.

Dari pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa apresiasi positif dapat diberikan kepada seseorang, atau beberapa individu atau sebuah kelompok yang melakukan karya positif dengan suatu hal yang positif juga, atau sebaliknya.
Apresiasi dapat dimaknai secara aktif dan pasif. Apresiasi aktif yakni kegiatan apresiasi dengan melibatkan peserta dalam kegiatan tertentu. Misalnya, seorang ikut menari, atau juga dapat ditempuh denganmemberi tanggapan atau kritikan terhadap karya yang diamati. Apresiasi pasif dapat dilakukan ketika seseorang menyaksikan pertunjukan tanpa ada tindakan untuk mengkritik atau menilai pertunjukan tersebut.
Dalam penelitian ini yang akan dicoba untuk diterapkan adalah apresiasi seni secara aktif. Adapun caranya adalah dalam pembelajaran Seni Tari, selain pembelajaran secara demonstrasi juga akan disajikan rekaman video tentang tari-tarian Nusantara.
Langkah- langkah dalam apresiasi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. peserta didik mengamati tarian melalui rekaman vidio.
2. peserta didik berdiskusi tentang tarian yang di amati
3. peserta didik melakukan gerakan tari sesuai dengan tayangan vidio
Ketika pengalaman seperti ini dilakukan berulang-ulang maka diharapkan daya apresiasi siswa terhadap seni tari semakin meningkat. Dengan meningkatnya daya apresiasi siswa terhadap seni tari diharapkan dapat meningkatkan  pembelajaran seni tari dikelas.
2.2  Apresiasi Seni
Pengertian apresiasi Seni adalah menikmati, menghayati dan merasakan suatu objek atau karya seni lebih tepat lagi dengan mencermati karya seni dengan mengerti dan peka terhadap segi-segi estetiknya, sehingga mampu menikmati dan memaknai karya-karya tersebut dengan semestinya.

Apresiai seni berarti kegiatan mengartikan dan menyadari sepenuhnya seluk beluk karya seni serta menjadi sensitif terhadap gejala estetis dan artistik sehingga mampu menikmati dan manilai karya tersebut secara semestinya. Dalam mengapresiai, seorang penghayat sedang mencari pengalam estetis. Sehingga motivasi yang muncul adalah motivasi pengalaman estetis.
Dari pengertian di atas dapat disimpilkan bahwa apresiasi seni adalah menikmati, menghayati, merasakan dan mencermati karya seni sehingga menyadari sepenuhnyaseluk beluk karya seni serta  menjadi sensitif terhadap
gejala estetis dan artistik.
2.3 Pengertian Seni
Menurut Ki Hajar Dewantara seni adalah segala perbuatan manusia yang timbul dari perasaan dan sifat indah, sehingga menggerakan jiwa perasaan manusia
Menururt Prof. Drs. Suwaji bastomi seni adalah aktivitas batin dengan pengalaman estetika yang menyatakan dalam bentuk agung yang mempunyai daya membangkitkan rasa takjub dan haru.
Menurut H. Enslikopedia Indonesia seni adalah penciptaan segala hal atau benda yang karena keindahannya orang senang melihatnya atau mendengarnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian seni adalah aktivitas batin yang timbul dari perasaan yang indah sehingga menghasilkan ciptaan yang indan dan orang senang melihat dan menikmatinya.
2.4  Seni Tari
Seni tari merupakan salah satu bidang seni yang secara langsung menggunakan tubuh manusia sebagai media, yang merupakan ungkapan nilai keindahan dan nilai keluhuran lewat gerak dan sikap tubuh dengan penghayatan seni. Keberadaan seni tari nusantara yang diwariskan hingga sekarang secara sederhana dapat dikatakan selalu seiring dengan perkembangan masyarakat pendukungnya. Menyadari agar seni tari tetap eksis maka pemerintah dan praktisi seni memasukkan ide-ide baru untuk tetap dapat melestarikan budaya bangsa. Maka disusunlah kurikulum untuk SMP yang disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)..
KTSP merupakan salah satu bentuk realisasi kebijakan desentralisasi di bidang pendidikan agar kurikulum benar-benar sesuai dengan kebutuhan pengembangan potensi peserta didik di sekolah yang bersangkutan di masa sekarang dan dimasa yang akan datang dengan mempertimbangkan kepentingan lokal, nasional dan tuntutan global dengan semangat MBS (Manajemen Berbasis sekolah). Pengembangan KTSP merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) yang merupakan kurikulum operasional, disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing sekolah.
Untuk membatasi apa yang disebut dengan tari maka lahirlah bermacam-macam definisi tari. Definisi tersebut disusun oleh beberapa tokoh seni tari atau bidang seni lain yang dalam hidupnya banyak berkecimpung dalam bidang seni tari. Wisnoe Wardhana (9160:3) dalam bukunya pengajaran tari menyatakan bahwa tari adalah ekspresi estetis dalam gerak dengan media tubuh manusia.  Soedarsono (1990:27) dalam bukunya djawa dan Bali dua pusat pengembangan drama tari di Indonesia menyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak ritmis yang indah. Secara khusus seni tari Bali adalah seni yang mengungkapkan ekspresi gerak tubuh melalui agem, tandang, tanngkep dan tanngkis serta dijiwai oleh unsur-unsur seni budaya daerah sehingga menimbulkan ekspresi gerak yang khusus (depdikbud, 1994:10)
Seorang ahli jiwa, mengatakan bahwa tari adalah pernyataan gaya instigtif otot tentang suatu perasaan atau dengan kata lain tari adalah kerja rasa manusia yang penyalurannya melewati otot-otot ( Crawky dalam Wisnoe wardhana, 1990:33). McNeil dixon seorang penari mengatakan bahwa tari adalah dialek jiwa. Dengan kata lain tari adalah nilai-nilai kejiwaan yang tampak dalam gaya gerak (McNeil Dixon dalam Wisnoe Wardhana, 1990:33).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tari secara konseptual adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak ritmis yang indah yaitu agem, tandang, tangkep dan tangkis.
Faktor-faktor yang esensial untuk dimiliki atau dikuasai oleh seorang penari sebagai persyaratannya adalah: pertama, kemampuan peragaan, dan kedua adalah tentang kemampuan atau penguasaan kejiwaan.
2.5      Pendekatan Kontekstual
Kontekstual  merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
pendekatan kontektual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Komponen pembelajaran Kontekstual meliputi:
Konstruktivisme, konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.
Tanya jawab, dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, seangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
Inkuiri, merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi; observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan.
Komunitas belajar, adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.
Pemodelan, dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.
Refleksi, yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa. 
2.6  Media RekamanVidio
           Media video merupakan media yang akrab di sekitar siswa dan guru. Media video biasa disebut audio visual, artinya media ini merupakan gabungan antara suara dan gambar. Sesuai dengan sifatnya, media audio visual memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan media lainnya. Secara fisik Video/VCD pembelajaran merupakan program pembelajaran yang dikemas dalam kaset video atau VCD dan disajikan dengan menggunakan peralatan VCD player atau TV monitor serta LCD proyektor
Media audio visual dapat membuat konsep yang abstrak menjadi lebih kongkrit, dapat menampilkan gerak yang dipercepat atau diperlambat sehingga lebih mudah diamati, dapat menampilkan detail suatu benda atau proses, serta membuat penyajian pembelajaran lebih menarik, sehingga proses pembelajaran menjadi menyenangkan dalam pengembangannya mengaplikasikan prinsip-prinsip pembelajaran sehingga program tersebut memungkinkan peserta didik mencerna materi pelajaran secara lebih mudah dan menarik. .

B.   Hipotesis Tindakan
Dalam penelitian ini penerapan model Pendekatan Pembelajaran Kontekstual  Berbantuan Media   Rekaman Video dapat meningkatkan apresiasi seni tari siswa
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1  Setting Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Ngurah Rai Kerobokan. Dengan melakukan penelitian di sekolah sendiri akan didapat dua keuntungan yaitu tidak perlu meninggalkan tugas mengajar selama mengadakan penelitian dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sendiri sehingga manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh siswa yang diajarkan.
b.Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah semester 2 tahun pelajaran 2012/2013 yang dimulai bulan Februari 2013. Subjek penelitian pada saat itu tidak mengalami banyak hambatan dalam belajar serta materi pembelajaran apresiasi terhadap seni tari memang muncul pada semester 2 di kelas VIII.

3.2  Subyek Penelitian
Dalam Penelitian Tindakan Kelas yang menjadi subjek penelitian adalah siswa  kelas VIII/2 yang terdiri dari 40 siswa dengan komposisi  perempuan 21 siswa dan laki-laki 19 siswa.
3.3 Sumber Data
Untuk mendapatkan data dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah seluruh siswa kelas VIII/2, guru-guru dan kepala sekolah
3.4  Teknik dan Alat Pengumpulan Data
a. Teknik Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data hasil belajar seni tari yang diperoleh dari tes hasil belajar dan pengamatan yang diperoleh pada akhir tindakan.
b. Alat Pengumpulan data
Sebagai alat pengukur dalam Penelitian Tindakan Kelas ini berupa tes unjuk kerja yang merupakan hasil dari pengamatan rekaman vidio seni tari Nusantara.
3.5  Validasi Data
Untuk meyakinkan bahwa data  penelitian layak untuk pengujian hipotesis, perlu dilakukan pengontrolan validitas. Pengontrolan ini dilaksanakan agar hasil penelitian yang diperoleh dapat mencerminkan hasil perlakuan yang diberikan dan dapat digeneralisasi ke populasi yang ada. Pengontrolan validitas internal dari suatu rancangan penelitian sangat dibutuhkan agar hasil penelitian yang diperoleh benar-benar merupakan akibat dari perlakuan yang diberikan.
 3.6 Analisis data
Hasil yang diperoleh berdasarkan tes yang dilakukan pada siklus I di bandingkan dengan haasil siklus II. Kalau siklus I hasilnya kurang, maka akan dilanjutkan dengan siklus II sampai ada perubahan.
3.7  Indikator Kinerja
Capaian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah  capaian target sesuai KKM = 75.
3.8   Prosedur Penelitian
  1. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus.
  2. Langkah-langkah dalam siklus terdiri dari:
    1. Perencanaan (Planning):
Membuat perencanaan tentang pembelajaran apresiasi seni. Menyiapkan perangkat Vidio, perangkat pembelajaran( Silabus, RPP sesuai dengan SK, KD seni tari) , bahan ajar, menciptakan skenario pembelajaran ,meyiapkan tempat belajaran (aula), Siswa membentuk kelompok yang dibagi menjadi beberapa kelompok masing-masing terdiri dari 5 orang. Kelima orang siswa mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda.
  1. Pelaksanaan (acting):
Pada saat proses pembelajaran berlangsung (1) guru mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan tari saman; (2) masing-masing kelompok mengamati tarian yang ditayangkan melalui Video; (3) kemudian siswa melakukan gerak tari tersebut secara kelompok tahap demi tahap, (4) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil pengamatannya berupa gerak tari
3. Observasi
Guru melakukan pengamatan kondisi kelompok, aktivitas kelompok, kreativitas, inovasi, kerjasama.
  1. Refleksi (reflecting)
Merefleksikan  tindakan yang  telah dilakukan, yang didasari atas perencanaan, pengamatan, observasi, bila tidak sesuai dengan indikator kinerja (75) maka perlu dilakukan  siklus berikutnya.

  

DAFTAR PUSTAKA

Bandem, I Made. 1985. Pengembangan Tari Bali. Denpasar: ASTI
Depdikbud, 1993. Kurikulum SekolahMenengah Umum. Jakarta.
Depdikbud RI. 1994. Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakara:
Proyek Pengadaan Sarana dan Prasarana Peningkatan Mutu Dimenum.