Panduan Diklat TIK
Struktur Program Dilklas Guru
Materi Pelatiahan Guru TIK
(Wajib di baca oleh Guru TIk)
KUMPULAN POWER POINT TIK K13
1. RASIONAL LURUKULUM 2013
2.ELEMEN PERUBAHAN KURIKULUM 13
3. PERAN DAN TUGAS GURU TIK
4. KONSEP, KOMPETENSI, MATERI DAN BIMBINGAN TIK
5. PENYUSUNAN RANCANGAN PELAKSANAAN BIMBINGAN TIK
6. RENCANA FASILITASI GURU DAN TENDIK
7. RENCANA PENILAIAN BIMBINGAN TIK
8. PELAKSANAAN BIMBINGAN TIK
9. PELAKSANAAN FASILITASI TIK GURU DAN TENDIK
10. PENILAIAN DAN PELAPORAN PROGRAM
11. PENYUSUNAN RANCANGAN MEDIA PEMBELAJARAN
12. PEMBUATAN MEDIA PEMBELAJARAN
PEDOMAN BEBAN KERJA GURU TIK
POLA IMPLEMENTASI BEBAN KERJA GURU TIK
CONTOH ANGKET BIMBINGAN TIK
Senin, 11 Desember 2017
Selasa, 17 Oktober 2017
Pengertian PTK
PENGERTIAN PTK (PENELITIAN TINDAKAN KELAS) DAN LANGKAH –
LANGKAH MELAKSANAKAN PTK
PENGERTIAN PTK (PENELITIAN TINDAKAN
KELAS) DAN
LANGKAH – LANGKAH MELAKSANAKAN PTK
a.
Pengertian PTK (Penelitian Tindakan Kelas)
Penelitian tindakan kelas merupakan terjemahan dari classroom action research (CAR), yaitu
satu action research yang dilakukan
di kelas. Classroom action research
diawali dari istilah action research.
Untuk mempermudah memahami pengertian PTK maka berikut akan
diuraikan pengertian tiga unsur atau konsep yang terdapat dalam penelitian
tindakan kelas yakni :
1.
Penelitian adalah aktivitas
mencermati suatu objek tertentu melalui metodologi ilmiah dengan mengumpulkan
data-data dan dianalisis untuk menyelesaikan suatu masalah.
2.
Tindakan adalah suatu aktivitas yang
sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu yang berbentuk siklus kegiatan dengan
tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu atau kualitass proses belajar
mengajar.
3.
Kelas adalah sekelompok siswa yang
dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru.[1][1]
Beberapa pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menurut
para ahli yakni Menurut David Hopkins, PTK mengandung pengertian bahwa PTK
adalah sebuah bentuk kegiatan refleksi diri yang dilakukan oleh para pelaku
pendidikan dalam suatu situasi kependidikan untuk memperbaiki rasionalitas dan
keadilan tentang :
1) Praktik-praktik kependidikan mereka;
2) Pemahaman mereka tentang
praktik-praktik tersebut dan
3) SITUASI dimana praktik-praktik
tersebut dilaksanakan.
Menurut Rapoport dan Hopkins, pengertian penelitian tindakan
kelas adalah penelitian untuk membantu seseorang dalam mengatasi secara praktis
persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaian tujuan
ilmu sosial dengan kerja sama dalam kerangka etika yang disepakati bersama.[2][2]
Menurut Hopkins, “PTK adalah suatu
bentuk kajian yang bersifat reflektif, yang dilakukan oleh pelaku tindakan
untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan – tindakannya dalam
melaksanakan tugas dan memperdalam terhadap kondisi dalam praktik pembelajaran.[3][3]
Menurut Kemmis dan MC. Taggart yaitu : “PTK adalah studi yang dilakukan untuk
memperbaiki diri sendiri, pengalaman kerja sendiri, yang dilaksanakan secara
sistematis, terencana, dan dengan sikap mawas diri.”[4][4]
Menurut Rochman Natawijaya,
“PTK adalah pengkajian terhadap permasalahan praktis yang bersifat
situasional dan kontekstual, yang ditujukan untuk menentukan tindakan yang tepat
dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi, atau memperbaiki sesuatu.”
Menurut pendapat Suyanto
“PTK adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan
melakukan tindakan – tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan/atau
meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara professional.”[5][6]
Menurut PGSM pengertian “PTK adalah sebagai suatu bentuk
kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk
meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas,
memperdalam pemahaman terhadap tindakan – tindakan yang dilakukan, serta
memperbaiki kondisi dimana praktik pembelajaran tersebut dilakukan.[6][7]
Menurut Kasihani PTK adalah penelitian praktis, bertujuan
untuk memperbaiki kekurangan - kekurangan dalam pembelajaran di kelas dengan
cara melakukan tindakan-tindakan. Upaya tindakan untuk perbaikan dimaksudkan
sebagai pencarian jawab atas permasalahan yang dialami guru dalam melaksanakan
tugasnya sehari – hari.[7][8]
Selanjutnya I.G.A.K Wardani, Kuswaya Wihardit; Noehi
Nasution merumuskan pengertian penelitian tindakan kelas sebagai berikut :
“penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru didalam
kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya
sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.”[8][9]
b.
Langkah – Langkah PTK
Melaksanakan PTK, memerlukan perencanaan dan persiapan yang
matang, agar hasil yang diperoleh dari PTK yang dilaksanakan mencapai hasil
yang optimal. Menurut Zainal Aqib dkk, merumuskan langkah – langkah PTK sebagai
berikut :
1.
Tahap 1 : Tahap Perencanaan
Dalam
perencanaan PTK, terdapat tiga dasar, yakni :
- Identifikasi masalah
- Merumuskan masalah
- Pemecahan masalah
2.
Tahap 2 : Acting (pelaksanaan)
3.
Tahap 3 : Observation (pengamatan)
4.
Tahap 4 : Refleksi
1.
Tahap perencanaan
Langkah
pertama pelaksanaan PTK adalah melakukan perencanaan secara matang dan teliti.
Dalam perencanaan PTK, terdapat tiga dasar, yaitu identifikasi masalah,
merumuskan masalah, dan pemecahan masalah. Pada masing-masing kegiatan,
terdapat sub-sub kegiatan yang sebaiknya dilaksanakan untuk menunjang
sempurnanya tahap perencanaan.
1).
Identifikasi Masalah
Langkah
pertama dalam menyusun rencana PTK adalah melakukan identifikasi permasalahan.
Identifikasi ini mirip seperti diagnosis yang dilakukan oleh dokter kepada
pasiennya. Jika diagnosisnya tepat, maka obat yang diberikan pasti mujarab.
Sebaliknya, jika diagnosisnya salah, maka resep obatnya pasti juga tidak tepat
sasaran. Demikian pula dalam PTK, identifikasi yang tepat akan mengarahkan pada
hasil penelitian, sehingga dapat bermanfaat bagi peningkatan hasil belajar
siswa. Sebaliknya, identifikasi masalah yang keliru hanya akan membuat
penelitian menjadi sia-sia, disamping memboroskan waktu dan biaya. Identifikasi
masalah menjadi titik tolok bagi perencanaan PTK yang lebih matang. Sebab,
tidak semua masalah belajar siswa dapat diselesaikan dengan PTK, sebagaimana
tidak semua penyakit dapat disembuhkan dengan resep dokter spesialis tertentu.
Hanya masalah-masalah tertentu yang dapat diatasi dengan PTK, sebagaimana
penyakit tertentu yang hanya bisa sembuh dengan resep tertentu pula. Empat
langkah yang dapat dilakukan agar identifikasi masalah mengenai sasaran.
a. Masalah Harus Rill, masalah yang
diangkat adalah masalah yang dapat dilihat, dirasakan, dan didengar secara
langsung oleh guru.
b. Masalah Harus Problematik
Banyak
masalah di sekolah, tetapi, tidak semua masalah layak diangkat dalam PTK. Hanya
permasalahan yang problematiklah yang layak diangkat dalam PTK. Permasalahan
yang bersifat problematik adalah permasalahan yang bisa dipecahkan oleh guru,
mendapat dukungan literatur yang memadai, dan ada kewenangan untuk mengatasinya
secara penuh.
c. Manfaatnya Jelas
Hasil
penelitian harus bermanfaat secara jelas. Tentu, hal ini berkaitan erat dengan
kemampuan dalam mengidentifikasi atau mendiagnosis masalah. Hasil PTK harus
dapat dirasakan, bagaikan obat yang menyembuhkan. Untuk mendapatkan manfaat PTK
yang maksimal, harus menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Apa yang akan terjadi
jika masalah tersebut dibiarkan? Apa yang akan terjadi jika masalah tersebut
berhasil diatasi? Dan, tujuan pendidikan mana yang akan gagal jika masalah
tersebut tidak teratasi? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan menuntun
para pelaku PTK untuk dapat menemukan hasil atau “obat” yang mujarab.
d. Masalah Harus Fleksibel
Masalah
yang hendak diteliti harus bisa diatasi dengan mempertimbangkan kemampuan
peneliti, waktu, biaya, tenaga, sarana prasarana, dan lain sebagainya. Jadi,
tidak setiap masalah yang riil, problematik, dan bermanfaat secara jelas dapat
diatasi dengan PTK.
2).
Analisis Penyebab Masalah dan
Merumuskannya
Langkah
kedua dalam merencanakan PTK adalah menganalisis berbagai kemungkinan penyebab
munculnya permasalahan yang diangkat. Jadi, setelah menemukan masalah yang
rill, problematik, bermanfaat, dan fleksibel, maka masalah tersebut harus
ditemukan akar penyebabnya. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menemukan
penyebab masalah. Beberapa di antaranya adalah dengan menyebar angket ke siswa,
mewawancarai siswa, observasi langsung, dan lain sebagainya. Di samping itu,
peneliti juga bisa melakukan wawancara dengan siswa dan observasi langsung.
Kemudian, semua data dari segala sumber tersebut dikumpulkan dan dianalisis
secara kolaboratif sehingga penyebab utama munculnya masalah dapat ditemukan.
Akar
masalah tersebut harus digali sedalam-dalamnya sehingga ditemukan akar masalah
yang benar-benar menjadi penyebab utama terjadinya masalah. Akar masalah inilah
yang nantinya akan menjadi tolok ukur tindakan. Dengan menemukan akar masalah,
maka sama halnya dengan si peneliti telah menemukan separuh dari solusi
masalah. Sebab, solusi masalah sebenarnya merupakan kebalikan dari akar
masalah.
3).
Ide untuk Memecahkan Masalah
Sebagaimana
disebutkan di atas, bahwa akar masalah menjadi tumpuan bagi rencana tindakan
untuk mengatasi masalah. Rencana tindakan sebagai langkah mengatasi masalah
inilah yang disebut dengan ide orisinal peneliti. Tetapi, sebelum memutuskan
tindakan apa yang akan dikenakan kepada siswa, peneliti harus mengembangkan
banyak alternatif sebagai pengayaan tindakan. Hal yang tidak kalah pentingnya
adalah peneliti harus mempunyai dukungan teori atau referensi rujukan atas
tindakan yang akan dikenakan kepada siswa. Sebab, PTK adalah kegiatan ilmiah
sehingga tanpa adanya dukungan teori yang memadai, sebaik apa pun tindakan
guru, maka hal itu tidak akan dianggap sebagai perilaku ilmiah. Setelah
identifikasi masalah, menemukan akar masalah, merumuskan masalah, dan menemukan
alternatif tindakan sebagai solusi masalah, maka peneliti dapat membuat judul
penelitian.
2.
Tahap Acting (Pelaksanaan)
Tahap
kedua dari PTK adalah pelaksanaan. Pelaksanaan adalah menerapkan apa yang telah
direncanakan pada tahap satu, yaitu bertindak di kelas. Hendaknya perlu diingat
bahwa pada tahap ini, tindakan harus sesuai dengan rencana, tetapi harus
terkesan alamiah dan tidak direkayasa. Hal ini akan berpengaruh dalam proses
refleksi pada tahap empat nanti dan agar hasilnya dapat disinkronkan dengan
maksud semula.
3.
Tahap Observation (Pengamatan)
Tahap
ketiga dalam PTK adalah pengamatan (observing). Prof. Supardi menyatakan bahwa
observasi yang dimaksud pada tahap III adalah pengumpulan data. Dengan kata
lain, observasi adalah alat untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah
mencapai sasaran. Pada langkah ini, peneliti harus menguraikan jenis data yang
dikumpulkan, cara mengumpulkan, dan alat atau instrumen pengumpulan data
(angket/wawancara/observasi, dan lain-lain).
Jika
PTK dilakukan secara kolaboratif, maka pengamatan harus dilakukan oleh
kolaborator, bukan guru yang sedang melakukan tindakan. Walaupun demikian,
antara tindakan (dilakukan oleh guru) dan pengamatan (dilakukan oleh
kolaborator), keduanya harus berlangsung dalam satu waktu dan satu tempat atau
kelas. Inilah sebabnya, mengapa Suharsimi mengatakan kurang tepat jika
pengamatan disebut sebagai tahap ketiga. Sebab, antara tahap kedua dan tahap
ketiga itu berlangsung secara bersamaan. Walaupun demikian, tidak ada salahnya
kita menyebut “pengamatan” sebagai tahap ketiga dalam PTK. Hanya saja, sebutan
ini hanya untuk membedakan antara tindakan dan pengamatan, bukan menunjukkan
suatu urutan.
Ketika
guru sedang melakukan tindakan di kelas, secara otomatis seluruh perhatiannya
terpusat pada reaksi siswa dan tindakan selanjutnya yang akan diterapkan. Atas
dasar ini, tidak mungkin guru mengamati tindakannya sendiri. Di sinilah
diperlukan seorang pengamat yang siap merekam setiap peristiwa berkaitan dengan
tindakan guru. Sambil merekam peristiwa yang terjadi, pengamat sebaiknya juga
membuat catatan-catatan kecil agar memudahkan dalam menganalisis data.
4.
Tahap Refleksi
Tahap
keempat atau terakhir dalam PTK adalah refleksi (reflecting). Refleksi adalah kegiatan untuk mengemukakan kembali
apa yang telah dilakukan. Refleksi juga sering disebut dengan istilah
"memantul.” Dalam hal ini, peneliti seolah memantulkan pengalamannya ke
cermin, sehingga tampak jelas penglihatannya, baik kelemahan dan kekurangannya.
Jika
penelitian dilakukan secara individu, maka kegiatan refleksi lebih tepat
disebut sebagai evaluasi diri. Evaluasi diri adalah kegiatan untuk melakukan
introspeksi terhadap diri sendiri. Ia harus jujur terhadap dirinya sendiri
dalam mengakui kelemahan dan kelebihannya. Dalam hal ini, guru dan peneliti
juga harus mengakui sisi-sisi mana yang telah sesuai dan sisi mana harus
diperbaiki. Refleksi atau evaluasi diri baru bisa dilakukan ketika pelaksanaan
tindakan telah selesai dilakukan. Refleksi akan lebih efektif jika antara guru
yang melakukan tindakan berhadapan langsung atau diskusi dengan pengamat atau
kolabolator. Tetapi, jika PTK dilakukan secara sendirian, maka refleksi yang
paling efektif adalah berdialog dengan diri sendiri untuk mengetahui sisi-sisi
pembelajaran yang harus dipertahankan dan sisi-sisi lain yang harus diperbaiki.
5.
Tambahan: Siklus-Siklus dalam PTK
Siklus
adalah putaran dari suatu rangkaian kegiatan, mulai dari perencanaan,
persiapan, pelaksanaan, hingga pada evaluasi. Dalam hal ini, yang dimaksud
siklus-siklus dalam PTK adalah satu putaran penuh tahapan-tahapan dalam PTK,
sebagaimana disebutkan di atas. Jadi, satu siklus adalah kegiatan penelitian
yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Jika
dalam PTK terdapat lebih dari satu siklus, maka siklus kedua dan seterusnya
merupakan putaran ulang dari tahapan sebelumnya. Hanya saja, antara siklus
pertama, kedua, dan selanjutnya selalu mengalami perbaikan setahap demi
setahap. Jadi, antara siklus yang satu dengan yang lain tidak akan pernah sama,
meskipun melalui tahap-tahap yang sama.
Setiap
akhir refleksi selalu menjadi babak baru bagi siklus berikutnya. Artinya, guru
dan pengamat harus selalu diskusi setiap akhir refleksi untuk merencanakan
tindakan baru atau memasuki siklus kedua. Dengan proses atau tahapan yang sama,
guru dapat melanjutkan ke siklus-siklus berikutnya, jika memang sampai pada
siklus tertentu ia belum merasa puas atau belum berhasil mendongkrak prestasi
belajar siswa. Demikian seterusnya, sehingga semakin banyak siklus yang
dilalui, semakin baik hasil yang diperoleh. Hasilnya adalah, kepuasan guru dan
kepuasan siswa atas prestasi belajarnya.
Senin, 16 Oktober 2017
Contoh Membuat Proposal PTK untuk Guru
PROPOSAL
PENELITIAN
TINDAKAN KELAS
PENINGKATAN
APRESIASI SENI TARI NUSANTARA (TARI SAMAN) MELALUI PENDEKATAN
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBANTUAN MEDIA REKAMAN VIDEO
PADA SISWA KELAS VIII-2 SEMESTER 2 SMP NGURAH RAI KEROBOKAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013
PADA SISWA KELAS VIII-2 SEMESTER 2 SMP NGURAH RAI KEROBOKAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013
MGMP
GURU SENI BUDAYA KABUPATEN BADUNG
BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Seni tari merupakan salah satu unsur
kebudayaan bangsa Indonesia yang sangat diperhatikan oleh seluruh bangsa kita.
Hal ini telah ditegaskan dalam UUD.1945 pasal 32, yang rumusannya sebagai
berikut : (1) kebudayaan banngsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai sebuah
usaha budi rakyat Indonesia seluruhnya. (2) kebudayaan lama dan asli yang
terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh
Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. (3) Usaha kebudayaan harus
menuju kearah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak
bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau
memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan
bangsa Indonesia.
Muatan seni budaya sebagaimana yang
diamanatkan dalam Peraturan PemerintahRepublik Indonesia Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan tidak hanya terdapat dalam satu mata
pelajaran karena budaya itu sendiri meliputi segala aspek kehidupan. Dalam mata
pelajaran Seni Budaya, aspek budaya tidak dibahas secara tersendiri tetapi
terintegrasi dengan seni. Karena itu, mata pelajaran Seni Budaya pada dasarnya
merupakan pendidikan seni yang berbasis budaya.
Pendidikan Seni Budaya dan
Keterampilan diberikan di sekolah karena keunikan,kebermaknaan, dan
kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak
pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi
dan berapresiasi melalui pendekatan: “belajar dengan seni,” “belajar melalui
seni” dan “belajar tentang seni.” Peran ini tidak dapat diberikan oleh mata
pelajaran lain.
Pendidikan Seni Budaya memiliki
sifat multilingual, multidimensional, dan multikultural. Multilingual bermakna
pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan berbagai cara
dan media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya.
Multidimensional bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi konsepsi
(pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi), apresiasi, dan kreasi dengan cara
memadukan secara harmonis unsur estetika, logika, kinestetika, dan etika. Sifat
multikultural mengandung makna pendidikan seni menumbuhkembangkan kesadaran dan
kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya Nusantara dan mancanegara. Hal ini
merupakan wujud pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan seseorang hidup
secara beradab serta toleran dalam masyarakat dan budaya yang majemuk.
Pendidikan Seni Budaya dan
Keterampilan memiliki peranan dalam pembentukan pribadi peserta didik yang
harmonis dengan memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multikecerdasan
yang terdiri atas kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial,
musikal, linguistik, logik matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas,
kecerdasan kreativitas, kecerdasan spiritual dan moral, dan kecerdasan
emosional.
Bidang seni rupa, musik, tari, dan
teater memiliki kekhasan tersendiri sesuai dengan kaidah keilmuan
masing-masing. Dalam pendidikan seni budaya, aktivitas berkesenian harus
menampung kekhasan tersebut yang tertuang dalam pemberian pengalaman
mengembangkan konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Semua ini diperoleh melalui
upaya eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan teknik berkarya dalam konteks
budaya masyarakat yang beragam. (BSNP /Permendiknas 22/ 2006)
Pendidikan seni tari tidak
dipelajari secara sungguh-sungguh oleh sebagian besar siswa, dengan berbagai
alasan, seperti materi ujian nasional hanya beberapa mata pelajaran saja, dan
tidak termasuk pendidikan seni.
Pembelajaran seni tari di SMP
cenderung menggunakan model konvensional yaitu guru memberikan contoh ragam
tari dengan demonstrasi, kemudian siswa diminta untuk menirukan, sehingga
harapan menjadikan siswa yang memiliki kompetensi untuk menuju pengembangan
yang kreatif belum tampak.
Langkah-Iangkah tersebut kiranya
masih perlu diperkuat dengan strategi pembelajaran yang lebih tepat dan
efektif, inovatif, agar siswa dapat memahami konsep dan pentingnya seni budaya,
dapat nampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya, berkreativitas
melalui seni budaya serta mampu menampilkan peran serta dalam seni budaya dalam
tingkat lokal, regional, maupun global. Dengan demikian akan lebih baik apabila
lebih banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan pengalaman
berapresiasi seni melalui rekaman video, sehingga pembelajaran seni tari yang
diisyaratkan dalam kurikulum dapat tercapai.
Berdasarkan latar belakang tersebut
maka penulis mengangkat permasalahan dengan judul “Peningkatan Apresiasi Seni
Tari Nusantara (Tari Saman) Melalui Pendekatan Pembelajaran
Kontekstual Berbantuan Media Rekaman Video Pada Siswa Kelas
VIII-2 Semester 2 Smp Ngurah Rai Kerobokan Tahun Pelajaran
2012/2013”
- Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah, dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut.
- Strategi pembelajaran seni tari cenderung bersifat tradisional dan berpusat pada guru, kurang mengembangkan atau memberdayakan kreativitas siswa.
- Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
- Apakah penerapan model Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Media Rekaman Video Pada Siswa Kelas VIII-2 Semester 2 Smp Ngurah Rai Kerobokan Tahun Pelajaran 2012/2013?
- Tujuan Umum
4.
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Apakah
penerapan model Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan
Media Rekaman Video Pada Siswa Kelas VIII-2 Semester 2 Smp
Ngurah Rai Kerobokan Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat meningkatkan
apresiasi seni .
- Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatkan apresiasi seni
tari melalui penerapan model Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Berbantuan Media Rekaman Video Pada Siswa Kelas VIII-2 Semester
2 Smp Ngurah Rai Kerobokan Tahun Pelajaran 2012/2013.
5.
Manfaat Penelitian
- Bagi guru :
- Dapat meningkatkan pengembangan model pembelajaran dikelas terutama pendekatakan pembelajaran kontekstual berbantuan media rekaman video.
- Dapat menerapkan model pembelajaran yang tepat dikelas, mengingat karakteristik siswa yang bermacam-macam.
- Bagi Siswa :
- Dapat meningkatkan apresiasi seni yang optimal pada mata pelajaran seni tari.
- Dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam belajar seni tari
- Bagi Sekolah :
- Dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pengembangan program sekolah.
- dapat digunakan sebagai referensi atau bahan kajian dalam menambah ilmu pengetahuan dibidang pendidikan.
BAB
II
LANDASAN
TEORI DAN HIPOTESIS
- Landasan Teori
2.1
Apresiasi
Pengertian apresiasi menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah penilaian baik; penghargaan; misalnya terhadap
karya-karya sastra ataupun karya seni.
Apresiasi berasal dari bahasa
Inggris, appreciation yang berarti penghargaan yang positif. Sedangkan
pengertian apresiasi adalah kegiatan mengenali, menilai, dan menghargai bobot
seni atau nilai seni. Biasanya apresiasi berupa hal yang positif tetapi juga
bisa yang negatif. Sasaran utama dalam kegiatan apresiasi adalah nilai suatu
karya seni. Secara umum kritik berarti mengamati, membandingkan, dan
mempertimbangkan. Tetapi dalam memberikan apresiasi, tidak boleh mendasarkan
pada suatu ikatan teman atau pemaksaan. Pemberian apresiasi harus dengan
setulus hati dan menurut penilaian aspek umum.
Pengertian apresiasi secara umum
adalah suatu penghargaan atau penilaian terhadap suatu karya tertentu. Biasanya
apresiasi berupa hal yang positif tetapi juga bisa yang negatif. Apresiasi
dibagi menjadi tiga, yakni kritik, pujian, dan saran. Sementara itu, orang yang
ahli dalam bidang apresiasi secara umum adalah seorang kolektor atau pencinta
suatu seni pada umumnya. Tetapi dalam memberikan apresiasi, tidak boleh
mendasarkan pada suatu ikatan teman atau pemaksaan. Pemberian apresiasi harus
dengan setulus hati dan menurut penilaian aspek umum.
Dari pengertian di atas dapat di
simpulkan bahwa apresiasi positif dapat diberikan kepada seseorang, atau
beberapa individu atau sebuah kelompok yang melakukan karya positif dengan
suatu hal yang positif juga, atau sebaliknya.
Apresiasi dapat dimaknai secara
aktif dan pasif. Apresiasi aktif yakni kegiatan apresiasi dengan melibatkan
peserta dalam kegiatan tertentu. Misalnya, seorang ikut menari, atau juga dapat
ditempuh denganmemberi tanggapan atau kritikan terhadap karya yang diamati.
Apresiasi pasif dapat dilakukan ketika seseorang menyaksikan pertunjukan tanpa
ada tindakan untuk mengkritik atau menilai pertunjukan tersebut.
Dalam penelitian ini yang akan
dicoba untuk diterapkan adalah apresiasi seni secara aktif. Adapun caranya
adalah dalam pembelajaran Seni Tari, selain pembelajaran secara demonstrasi
juga akan disajikan rekaman video tentang tari-tarian Nusantara.
Langkah- langkah dalam apresiasi
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. peserta didik mengamati tarian
melalui rekaman vidio.
2. peserta didik berdiskusi tentang
tarian yang di amati
3. peserta didik melakukan gerakan
tari sesuai dengan tayangan vidio
Ketika pengalaman seperti ini
dilakukan berulang-ulang maka diharapkan daya apresiasi siswa terhadap seni
tari semakin meningkat. Dengan meningkatnya daya apresiasi siswa terhadap seni
tari diharapkan dapat meningkatkan pembelajaran seni tari dikelas.
2.2 Apresiasi Seni
Pengertian apresiasi Seni adalah
menikmati, menghayati dan merasakan suatu objek atau karya seni lebih tepat lagi dengan mencermati karya
seni dengan mengerti dan peka terhadap segi-segi estetiknya, sehingga mampu
menikmati dan memaknai karya-karya tersebut dengan semestinya.
Apresiai seni berarti kegiatan
mengartikan dan menyadari sepenuhnya seluk beluk karya seni serta menjadi
sensitif terhadap gejala estetis dan artistik sehingga mampu menikmati dan
manilai karya tersebut secara semestinya. Dalam mengapresiai, seorang penghayat
sedang mencari pengalam estetis. Sehingga motivasi yang muncul adalah motivasi
pengalaman estetis.
Dari pengertian di atas dapat
disimpilkan bahwa apresiasi seni adalah menikmati, menghayati, merasakan dan
mencermati karya seni sehingga menyadari sepenuhnyaseluk beluk karya seni
serta menjadi sensitif terhadap
gejala estetis dan artistik.
2.3 Pengertian Seni
Menurut Ki Hajar Dewantara seni
adalah segala perbuatan manusia yang timbul dari perasaan dan sifat indah,
sehingga menggerakan jiwa perasaan manusia
Menururt Prof. Drs. Suwaji bastomi
seni adalah aktivitas batin dengan pengalaman estetika yang menyatakan dalam
bentuk agung yang mempunyai daya membangkitkan rasa takjub dan haru.
Menurut H. Enslikopedia Indonesia
seni adalah penciptaan segala hal atau benda yang karena keindahannya orang
senang melihatnya atau mendengarnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa pengertian seni adalah aktivitas batin yang timbul dari
perasaan yang indah sehingga menghasilkan ciptaan yang indan dan orang senang
melihat dan menikmatinya.
2.4 Seni Tari
Seni tari merupakan salah satu
bidang seni yang secara langsung menggunakan tubuh manusia sebagai media, yang
merupakan ungkapan nilai keindahan dan nilai keluhuran lewat gerak dan sikap
tubuh dengan penghayatan seni. Keberadaan seni tari nusantara yang diwariskan
hingga sekarang secara sederhana dapat dikatakan selalu seiring dengan
perkembangan masyarakat pendukungnya. Menyadari agar seni tari tetap eksis maka
pemerintah dan praktisi seni memasukkan ide-ide baru untuk tetap dapat
melestarikan budaya bangsa. Maka disusunlah kurikulum untuk SMP yang disebut
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)..
KTSP merupakan salah satu bentuk
realisasi kebijakan desentralisasi di bidang pendidikan agar kurikulum
benar-benar sesuai dengan kebutuhan pengembangan potensi peserta didik di
sekolah yang bersangkutan di masa sekarang dan dimasa yang akan datang dengan
mempertimbangkan kepentingan lokal, nasional dan tuntutan global dengan
semangat MBS (Manajemen Berbasis sekolah). Pengembangan KTSP merupakan
penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) yang merupakan kurikulum operasional,
disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing sekolah.
Untuk membatasi apa yang disebut
dengan tari maka lahirlah bermacam-macam definisi tari. Definisi tersebut
disusun oleh beberapa tokoh seni tari atau bidang seni lain yang dalam hidupnya
banyak berkecimpung dalam bidang seni tari. Wisnoe Wardhana (9160:3) dalam
bukunya pengajaran tari menyatakan bahwa tari adalah ekspresi estetis dalam
gerak dengan media tubuh manusia. Soedarsono (1990:27) dalam bukunya
djawa dan Bali dua pusat pengembangan drama tari di Indonesia menyatakan bahwa
tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak ritmis yang
indah. Secara khusus seni tari Bali adalah seni yang mengungkapkan ekspresi
gerak tubuh melalui agem, tandang, tanngkep dan tanngkis serta dijiwai oleh
unsur-unsur seni budaya daerah sehingga menimbulkan ekspresi gerak yang khusus
(depdikbud, 1994:10)
Seorang ahli jiwa, mengatakan bahwa
tari adalah pernyataan gaya instigtif otot tentang suatu perasaan atau dengan
kata lain tari adalah kerja rasa manusia yang penyalurannya melewati otot-otot
( Crawky dalam Wisnoe wardhana, 1990:33). McNeil dixon seorang penari
mengatakan bahwa tari adalah dialek jiwa. Dengan kata lain tari adalah
nilai-nilai kejiwaan yang tampak dalam gaya gerak (McNeil Dixon dalam Wisnoe
Wardhana, 1990:33).
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tari secara konseptual adalah ekspresi
jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak ritmis yang indah yaitu agem,
tandang, tangkep dan tangkis.
Faktor-faktor yang esensial untuk
dimiliki atau dikuasai oleh seorang penari sebagai persyaratannya adalah:
pertama, kemampuan peragaan, dan kedua adalah tentang kemampuan atau penguasaan
kejiwaan.
2.5
Pendekatan Kontekstual
Kontekstual merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan
membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap
konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural),
sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel
untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
pendekatan kontektual merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota masyarakat.
Komponen pembelajaran Kontekstual
meliputi:
Konstruktivisme, konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan
membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu.
Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan
pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa
mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.
Tanya jawab, dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik
oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara
berpikir siswa, seangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya
jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa
dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
Inkuiri, merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/
konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis,
kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi; observasi, tanya
jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan.
Komunitas belajar, adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi
sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat
berwujud dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta
mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan
kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.
Pemodelan, dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja
agar siswa dapat mencontoh, belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model
yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara
belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi
atau melalui media cetak dan elektronik.
Refleksi, yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian,
kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah
diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan
penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa
yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran
siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan
(pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian
otentik adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu
mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode,
kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan
berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.
2.6 Media RekamanVidio
Media video merupakan media yang
akrab di sekitar siswa dan guru. Media video biasa disebut audio visual,
artinya media ini merupakan gabungan antara suara dan gambar. Sesuai dengan
sifatnya, media audio visual memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan
media lainnya. Secara fisik Video/VCD pembelajaran merupakan program
pembelajaran yang dikemas dalam kaset video atau VCD dan disajikan dengan
menggunakan peralatan VCD player atau TV monitor serta LCD proyektor
Media audio visual dapat membuat
konsep yang abstrak menjadi lebih kongkrit, dapat menampilkan gerak yang
dipercepat atau diperlambat sehingga lebih mudah diamati, dapat menampilkan
detail suatu benda atau proses, serta membuat penyajian pembelajaran lebih
menarik, sehingga proses pembelajaran menjadi menyenangkan dalam
pengembangannya mengaplikasikan prinsip-prinsip pembelajaran sehingga program
tersebut memungkinkan peserta didik mencerna materi pelajaran secara lebih
mudah dan menarik. .
B.
Hipotesis Tindakan
Dalam penelitian ini penerapan model Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Media Rekaman Video dapat
meningkatkan apresiasi seni tari siswa
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Setting Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP
Ngurah Rai Kerobokan. Dengan melakukan penelitian di sekolah sendiri akan
didapat dua keuntungan yaitu tidak perlu meninggalkan tugas mengajar selama
mengadakan penelitian dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sendiri
sehingga manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh siswa yang diajarkan.
b.Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini
adalah semester 2 tahun pelajaran 2012/2013 yang dimulai bulan Februari 2013.
Subjek penelitian pada saat itu tidak mengalami banyak hambatan dalam belajar
serta materi pembelajaran apresiasi terhadap seni tari memang muncul pada
semester 2 di kelas VIII.
3.2 Subyek Penelitian
Dalam Penelitian Tindakan Kelas yang
menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas VIII/2 yang terdiri dari 40
siswa dengan komposisi perempuan 21 siswa dan laki-laki 19 siswa.
3.3
Sumber Data
Untuk mendapatkan data dalam
Penelitian Tindakan Kelas ini adalah seluruh siswa kelas VIII/2, guru-guru dan
kepala sekolah
3.4
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
a. Teknik Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini adalah data hasil belajar seni tari yang diperoleh dari tes
hasil belajar dan pengamatan yang diperoleh pada akhir tindakan.
b. Alat Pengumpulan data
Sebagai alat pengukur dalam
Penelitian Tindakan Kelas ini berupa tes unjuk kerja yang merupakan hasil dari
pengamatan rekaman vidio seni tari Nusantara.
3.5 Validasi Data
Untuk meyakinkan bahwa data
penelitian layak untuk pengujian hipotesis, perlu dilakukan pengontrolan
validitas. Pengontrolan ini dilaksanakan agar hasil penelitian yang diperoleh
dapat mencerminkan hasil perlakuan yang diberikan dan dapat digeneralisasi ke
populasi yang ada. Pengontrolan validitas internal dari suatu rancangan
penelitian sangat dibutuhkan agar hasil penelitian yang diperoleh benar-benar
merupakan akibat dari perlakuan yang diberikan.
3.6
Analisis data
Hasil yang diperoleh berdasarkan tes
yang dilakukan pada siklus I di bandingkan dengan haasil siklus II. Kalau
siklus I hasilnya kurang, maka akan dilanjutkan dengan siklus II sampai ada
perubahan.
3.7 Indikator Kinerja
Capaian yang diharapkan dalam
penelitian ini adalah capaian target sesuai KKM = 75.
3.8
Prosedur Penelitian
- Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus.
- Langkah-langkah dalam siklus terdiri dari:
- Perencanaan (Planning):
Membuat perencanaan tentang
pembelajaran apresiasi seni. Menyiapkan perangkat Vidio, perangkat
pembelajaran( Silabus, RPP sesuai dengan SK, KD seni tari) , bahan ajar,
menciptakan skenario pembelajaran ,meyiapkan tempat belajaran (aula), Siswa
membentuk kelompok yang dibagi menjadi beberapa kelompok masing-masing terdiri
dari 5 orang. Kelima orang siswa mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda.
- Pelaksanaan (acting):
Pada saat proses pembelajaran
berlangsung (1) guru mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan tari saman;
(2) masing-masing kelompok mengamati tarian yang ditayangkan melalui Video; (3)
kemudian siswa melakukan gerak tari tersebut secara kelompok tahap demi tahap,
(4) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil pengamatannya berupa gerak
tari
3. Observasi
Guru melakukan pengamatan kondisi
kelompok, aktivitas kelompok, kreativitas, inovasi, kerjasama.
- Refleksi (reflecting)
Merefleksikan tindakan
yang telah dilakukan, yang didasari atas perencanaan, pengamatan,
observasi, bila tidak sesuai dengan indikator kinerja (75) maka perlu dilakukan
siklus berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bandem, I Made. 1985. Pengembangan
Tari Bali. Denpasar: ASTI
Depdikbud, 1993. Kurikulum
SekolahMenengah Umum. Jakarta.
Depdikbud RI. 1994. Petunjuk
Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakara:
Proyek Pengadaan Sarana dan
Prasarana Peningkatan Mutu Dimenum.
Langganan:
Postingan (Atom)